Senin, 18 Maret 2013

asal mula bahasa indonesia, sebuah kajan dialektologi


I.                   PENDAHULUAN
                 Bahasa Indonesia adalah salah satu ragam bahsa melayu. Mulanya bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa kerja dilingkungan administrasi pada colonial belanda. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
                 Bahasa Indonesia berasal dari ragam bahasa melayu. Ragam yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau dari abad ke 19. Bahasa melayu dalam perkembangannya muncul dari berbagai variasi dan dialek. Perkembangan bahasa melayu di wilayah nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia.. Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa melayu menjadi bahasa Indonesia yaitu:
-          Bahasa melayu adalah merupakan Lingua Franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdagangan.
-          Sistem bahasa melayu sederhana, mudah di pelajari karena dalam bahasa melayu tidak di kenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
-          Suku Jawa, Suku Sunda, dan Suku- suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa melayu menjadi bahasa indonesia sebagai bahasa nasional.
-          Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk di pakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
a.       Definisi pidgin dan creoles
           Pidgin adalah bahasa yang tidak mempunyai penutur asli. Pidgin kadang-kadang dianggap sebagai sebuah variasi yang mengurangi bahasa normal, dengan penyederhanaan tata bahasa dan kosa kata, variasi fonologi, dan pencampuran kosa kata bahasa lokal. Oleh karena itu pidginisasi meliputi penyederhanaan bahasa, seperti pengurangan sistem morfologi (struktur kata) dan sintaksis (struktur gramatikal), toleran terhadap perbedaan pelafalan, pengurangan sejumlah fungsi bahasa, dan perluasan peminjaman kata-kata dari bahasa lokal. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Fasold (1996) yang menyatakan bahwa pidgin merupakan penyederhanaan dari pelafalan dan aspek-aspek tertentu tata bahasa.
Dari beberapa pendapat di atas, definisi pidgin dapat disarikan menjadi dua, yaitu:
(1) Pidgin merupakan variasi bahasa yang tidak memiliki pentur asli,
(2) Pidgin adalah variasi bahasa yang bercirikan penyederhanaan (simplification), dan lazimnya aspek yang mengalami penyederhanaan adalah tata bahasa dan kosa kata.
Apabila diamati secara etimologis, istilah bahasa Inggris pidgin kemungkinan besar diambil dari kata benda business yang berarti perdagangan.
           Creoles adalah bahasa pidgin yang mempunyai penutur asli (Hudson: 1996, Holmes: 2001, Wardhaugh: 1988). Wardhaugh (1988) mengibaratkan creoles seperti bahasa normal yang memiliki penutur asli. Definis lain mengenai creoles adalah bahasa yang terbentuk jika suatu sistem komunikasi yang pada awalnya merupakan bahasa pidgin kemudian menjadi bahasa ibu suatu masyarakat (Suhardi dkk: 1995). Pendapat ini dikuatkan oleh Holmes (2001) yang mengatakan bahwa semua bahasa yang disebut pidgin pada kenyataannya sekarang ini menjadi bahasa creoles baru. Bahasa creoles tersebut dipelajari oleh anak sebagai bahasa pertama dan dipergunakan pada domain yang luas. Holmes (2001) mencontohkan seperti bahasa Tok Pisin yang mulanya adalah bahasa pidgin dan berkembang menjadi bahasa creoles.
b.      Ciri – ciri pidgin dan creoles
           Bahasa pidgin memiliki dua sturktur linguistik. Ciri yang pertama adalah penyederhanaan struktur. Misalnya kata tidak memiliki sistem infleksi, penanda plural atau kala dalam kata kerja sebagaimana bahasa Inggris. Tidak terdapat afiks yang menjadi penanda gender seperti bahasa Spanyol atau Italia. Holmes (2001) membuat contoh seperti berikut ini yang berkaitan dengan bentuk verba antara bahasa pidgin dengan bahasa yang normal.
           Ciri yang kedua adalah jumlah kosa kata yang terbatas. Oleh karena pidgin hanya dipergunakan untuk perdagangan, jumlah kosa katanya hanya beberapa ratus saja. Oleh karena kosa katanya tidak banyak, satu kata dalam bahas pidgin bisa mengandung beberapa arti. Misalnya kata pas dalam bahasa Tok Pisin dapat berarti a pass, a letter, a permit, ahead, fast, firmly, to be dense, crowded, tight, to be block, atau shut. Hal ini berbeda dengan bahasa normal (bahasa orang dewasa yang monolingual) yang memiliki kosa kata sekitar 25.000 – 30.000 kata.
           Terkait dengan aspek sosial, bahasa pidgin adalah bahasa yang oleh penuturnya dipergunakan sebagai bahasa ibu. Pemerolehannya berlangsung dalam proses belajar bahasa secara bebas. Selain itu, dipengaruhi oleh kekuatan petutur. Oleh karena itu, bahasa pidgin hanya dapat menutupi kebutuhan akan ragam bahasa yang diperlukan untuk pemahakan bahasa pertama saja (misalnya dalam bidang perdagangan, peraturan yang sederhana). Dengan demikian, sistem bahasa pidgin dapat dipahami memiliki status sosiolinguitik yang rendah di antara kedua mitra bicara/petutur.
           Pada dasarnya menurut Holmes (2001) bahasa pidgin memiliki beberapa fungsi, diantaranya adalah untuk perdagangan atau untuk administrasi. Di samping itu, bahasa pidgin dipergunakan secara eksklusif untuk fungsi bahasa referensial (penyampaian informasi) daripada fungsi afektif (menjaga hubungan sosial). Oleh karena itu, bahasa pidgin dituturkan untuk fungsi atau tujuan khusus seperti membeli dan menjual bijih padi atau hewan langka daripada dituturkan untuk menandakan perbedaan sosial atau ekspresi kesantunan.
II.                PEMBAHASAN
Bahasa secara keseluruhan dapat berubah. Kadang-kadang perubahan bahasa terjadi dalam waktu singkat sebagai akibat dari kontak antar dua bahasa yang digunakan oleh orang-orang dengan latar belakang bahasa yang berbeda-beda. Dalam kondisi demikian dapat muncul yang namanya pidgin. Pidgin biasanya memiliki tatabahasa yang sangat sederhana dengan kosakata dari bahasa yang berbeda-beda sehingga pencampuran unsur-unsur kedua bahasa tersebut menyebabkan adanya bahasa campuran. Sebuah pidgin tidak memiliki penutur bahasa ibu (native speaker). Jika memiliki native speaker maka bahasa ini disebut bahasa creoles. Jadi, creoles adalah perkembangan pidgin yang telah memiliki bahasa induk (bahasa ibu). Beberapa bahasa yang dianggap bahasa creoles di Indonesia antara lain adalah bahasa Melayu Ambon dan bahasa Melayu Betawi. Jadi, creoles merupakan akibat dari kontak bahasa juga yang merupakan pengembangan dari pidgin tersebut.
Creoles muncul ketika pidgin menjadi bahasa ibu pada suatu komunitas tertentu. Strukturnya masih menggambarkan struktur pidgin, tetapi disebut creoles karena menjadi bahasa ibu mereka. Pidgin bisa menjadi creoles ketika adanya penutur asing dan digunakan oleh keturunannya yang kemudian dibekukan sebagai bahasa pertama mereka. Ini baru dikatakan creoles apabila bahasa pidgin ini telah berlangsung secara turun-temurun. Creoles memiliki penutur lebih banyak dibanding pidgin. Karena creoles berkembang melalui anak-cucunya, dan pidgin hanya merupakan bahasa aslinya. Ketika seseorang menyebut suatu bahasa itu creoles, maka seharusnya terlebih dahulu bahasa tersebut telah terbukti secara historis tentang asal-usulnya. Karena dalam menentukan creoles atau tidaknya, historis suatu bahasa memiliki peranan yang sangat penting dan memiliki keterkaitan yang sangat erat.
Creolesisasi adalah suatu perkembangan linguistik yang terjadi karena dua bahasa melakukan kontak dalam waktu yang lama yang mana penutur pidgin tersebut telah beranak pinak. Begitu seterusnya jika creoles mampu bertahan dan terus berkembanga maka creoles akan bias menjadi bahasa yang lebih besar dan lebih lengkap Contohnya adalah bahasa Sierra Leona di Afrika Barat yang kemudian menjadi bahasa nasional. Bahasa creoles berkembang dari bahasa pidgin. Pertama-tama, suatu bahasa digunakan sebagai bahasa pertama pada suatu daerah tersebut, kemudian para pemuda, khususnya para pedagang, melakukan kegiatan berinteraksinya dengan cara berdagang. 
Dari berbagai macam asal-usul para pedagang, apabila mereka berinterkasi dengan negara-negara lain yang memunyai bahasa yang jauh berbeda baik struktural atau fungsional, maka mereka menciptakan suatu bahasa baru dengan mengutip, dan memparaphrase dari bahasa-bahasa mereka sendiri yang dimengerti oleh seluruh pedagang yang bersangkutan agar mereka mampu berinteraksi dengan baik. Bahasa pertama pada suatu daerah itu tergantung pada apakah daerah tersebut hasil jajahan, siapakah penjajahnya, dan pengaruh apa yang tertinggal.
Dalam hal ini bahasa Indonesia termasuk dalam bahasa creoles karena berasal dari beberapa bahasa seperti bahasa jawa, melayu. Bahasa jawa termasuk dalam bahasa pidgin, dimana bahasa jawa merupakan induk dari sebuah bahasa. Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa baku yang di adapasi dari bahasa melayu. Oleh karena bahasa melayu sebagai bahasa perdagangan dan sering digunakan untuk berinteraksi satu sama lain, maka bahasa melayu berkembang menjadi bahasa baku masyarakat Indonesia yaitu bahasa Indonesia.

III.             KESIMPULAN
Dari analisis diatas, bahasa Indonesia tergolong dalam bahasa creoles karena bukan termasuk bahasa induk. Indonesia memiliki beberapa bahasa induk seperti bahasa jawa dan bahasa daerah lainnya.
IV.             DAFTAR PUSTAKA
Holmes, Janet. 2001. An Introduction to Sociolinguistics. Pearson Education Limited
Loreto Todd. 1974. Pidgin and Creoles. London. Routledge and Kegan Paul.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar